Nusantara memiliki sejarah panjang yang penuh kejayaan dan dinamika. Sebelum Indonesia menjadi negara modern seperti sekarang, wilayah kepulauan ini telah menjadi rumah bagi berbagai kerajaan besar yang berperan penting dalam membentuk identitas bangsa. Dua di antaranya yang paling berpengaruh adalah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Kedua kerajaan ini menjadi simbol kejayaan maritim dan politik di masa lampau serta meninggalkan warisan budaya yang masih terasa hingga kini.
Kerajaan Sriwijaya berdiri sekitar abad ke-7 Masehi di wilayah Sumatra bagian selatan, dengan pusat pemerintahan yang diyakini berada di Palembang. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya menguasai jalur perdagangan penting di Selat Malaka — penghubung antara India dan Tiongkok.
Sriwijaya tidak hanya berperan sebagai pusat ekonomi, tetapi juga menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Banyak pelajar dan biksu dari berbagai negeri datang ke Sriwijaya untuk belajar ajaran Buddha, termasuk I-Tsing, seorang biksu dari Tiongkok yang mencatat kebesaran kerajaan ini.
Kejayaan Sriwijaya berlangsung selama berabad-abad hingga akhirnya melemah akibat serangan dari Kerajaan Chola (India Selatan) pada abad ke-11, serta munculnya kekuatan-kekuatan baru di Jawa.
Setelah kekuasaan Sriwijaya memudar, pusat kebesaran Nusantara beralih ke Pulau Jawa. Muncul kerajaan-kerajaan seperti Kediri, Singhasari, dan akhirnya Majapahit yang berhasil menyatukan sebagian besar wilayah Nusantara.
Proses peralihan ini menunjukkan bagaimana kekuatan politik dan ekonomi di Nusantara selalu dinamis, bergeser mengikuti arus perdagangan dan kemampuan para pemimpinnya dalam mengelola kekuasaan dan diplomasi.
Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir abad ke-13 Masehi, didirikan oleh Raden Wijaya setelah berhasil mengusir pasukan Mongol dari Jawa. Di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk (1350–1389) dan didampingi oleh patih legendaris Gajah Mada, Majapahit mencapai masa keemasan.
Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada menjadi simbol persatuan dan semangat nasionalisme awal, ketika ia bertekad menyatukan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Wilayah kekuasaannya mencakup sebagian besar Asia Tenggara, termasuk semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.
Selain kuat secara militer, Majapahit juga dikenal sebagai pusat kebudayaan, seni, dan sastra. Karya sastra seperti Negarakertagama dan Sutasoma menggambarkan kemegahan istana Majapahit dan kehidupan masyarakatnya yang makmur serta religius.
Setelah wafatnya Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Majapahit mulai melemah akibat perebutan kekuasaan internal serta munculnya kerajaan-kerajaan Islam di pesisir seperti Demak dan Malaka.
Perubahan keagamaan dan jalur perdagangan global yang mulai beralih ke laut Jawa turut mempercepat keruntuhan Majapahit pada akhir abad ke-15. Meskipun begitu, semangat persatuan yang lahir dari era Majapahit tetap menjadi fondasi penting bagi terbentuknya identitas bangsa Indonesia di masa modern.
Baik Sriwijaya maupun Majapahit memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan peradaban Nusantara. Sriwijaya mewariskan kejayaan maritim dan semangat keterbukaan terhadap dunia luar, sementara Majapahit menanamkan nilai persatuan dan kedaulatan.
Kedua kerajaan ini menjadi inspirasi dalam pembentukan semangat kebangsaan Indonesia, yang tercermin dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” — berasal dari karya sastra Majapahit yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”
Sejarah Nusantara dari Sriwijaya hingga Majapahit adalah kisah tentang kejayaan, perjuangan, dan perubahan. Dua kerajaan besar ini membuktikan bahwa kepulauan Indonesia telah lama menjadi pusat peradaban yang maju dan berpengaruh di kawasan Asia Tenggara.
Warisan sejarah tersebut tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga pengingat bahwa semangat persatuan dan keunggulan bangsa telah tumbuh sejak berabad-abad lalu — dan kini menjadi dasar bagi Indonesia untuk terus melangkah ke masa depan.